Inspiratif Dalam Berkarya Tabah Dan Pantang Menyerah Bersyukur Dan Ikhlas Beradab Dan Berbudaya


Sabtu, 24 Agustus 2019

Sejarah Lengkap Suku Bugis (76 Halaman)

Berbicara tentang Suku Bugis, maka Suku Bugis (Lontara: ᨈᨚ ᨕᨘᨁᨗ; Jawi: اورڠ بوݢيس) merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan.

Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesisejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.

Berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak sekitar enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau. 

Disamping itu orang-orang Bugis juga banyak ditemukan di Malaysia dan Singapura yang telah beranak pinak dan keturunannya telah menjadi bagian dari negara tersebut. Karena jiwa perantau dari masyarakat Bugis, maka orang-orang Bugis sangat banyak yang pergi merantau ke mancanegara.

1. Sejarah Suku Bugis
Orang bugis memiliki berbagai ciri yang sangat menarik. Mereka adalah contoh yang jarang terdapat di wilayah nusantara. Mereka mampu mendirikan kerajaan-kerajaan yang sama sekali tidak mengandung pengaruh India. Dan tanpa mendirikan kota sebagai pusat aktivitas mereka.

Orang bugis juga memiliki kesastraan baik itu lisan maupun tulisan. Berbagai sastra tulis berkembang seiring dengan tradisi sastra lisan, hingga kini masih tetap dibaca dan disalin ulang. Perpaduan antara tradisi sastra lisan dan tulis itu kemudian menghasilkan salah satu Epos Sastra Terbesar didunia Yakni La Galigo yang naskahnya lebih panjang dari Epos Mahabharata.

Selanjutnya sejak abad ke 17 Masehi, Setelah menganut agama islam Orang bugis bersama orang aceh dan minang kabau dari Sumatra, Orang melayu di Sumatra, Dayak di Kalimantan, Orang Sunda dijawa Barat, Madura di jawa timur dicap sebagai Orang nusantara yang paling kuat identitas Keislamannya.

Bagi orang bugis menjadikan islam sebagai Integral dan esensial dari adat istiadat budaya mereka. Meskipun demikian pada saat yang sama berbagai kepercayaan peninggalan pra-islam tetap mereka pertahankan sampai abad ke 20 salah satu peninggalan dari jaman pra islam itu yang mungkin paling menarik adalah Tradisi Para Bissu (Pendeta Waria).

Bagi suku-suku lain disekitarnya orang bugis dikenal sebagai orang yang berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan. Bila perlu demi kehormatan mereka orang bugis bersedia melakukan tindak kekerasan walaupun nyawa taruhannya. Namun demikian dibalik sifat keras tersebut orang bugis juga dikenal sebagai orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat tinggi rasa kesetiakawanannya.

Orang eropa yang pertama kali menginjakkan kaki di tanah bugis adalah orang Potugis. Para pedagang eropa itu mula-mula mendarat dipesisir barat sulawesi selatan pada tahun 1530. akan tetapi pedangan portugis yang berpangkalan dimalaka baru menjalin hubungan kerjasama dalam bidang perdagangan secara teratur pada tahun 1559

2. Asal Usul Orang Bugis
Asal usul orang bugis hingga kini masih tidak jelas dan tidak pasti berbeda dengan wilayah Indonesia. 

Bagian barat Sulawesi selatan tidak memiliki monument (hindu atau budha) atau prasasti baik itu dari batu maupun dari logam, yang memungkinkan dibuatnya suatu kerangka acuan yang cukup memadai untuk menelusuri sejarah orang bugis Sejak abad sebelum masehi hingga kemasa ketika sumber-sumber tertulis barat cukup banyak tersedia. 

Sumber tertulis setempat yang dapat diandalkan hanya berisi informasi abad ke 15 dan sesudahnya,

3. Kronik Bugis
Hampir semua kerajaan bugis dan seluruh daerah bawahannya hingga ketika paling bawah memiliki kronik sendiri. Mulai dari kerajaan paling besar dan berkuasa sampai dengan kerajaan paling terkecil akan tetap hanya sedikit dari kronik yang memandang seluruh wilayah di sekitarnya sebagai suatu kesatuan. 

Naskah itu yang dibuat baik orang makassar maupun orang bugis yang disebut lontara oleh orang bugis berisi catatan rincian mengenai silsilah keluarga bangsawan, wilayah kerajaan, catatan harian, serta berbagai macam informasi lain seperti daftar kerajaan-kerajaan atau daerah-daerah bawahan, naskah perjanjian dan jalinan kerjasama antar kerjaan dan semuanya disimpan dalam istana atau rumah para bangsawan

Suku Bugis tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. 

Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka.

Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading. 

Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. 

Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.

4. Keadaan Geografis dan Demografis
Orang Bugis zaman dulu menganggap nenek moyang mereka adalahpribumi yang telah didatangi titisan langsung dari dunia atas yang turun (manurung) atau dari dunia bawah yang naik (tompo) untuk membawanorma dan aturan sosial ke bumi (Pelras, The Bugis, 2006).

Umumnya orang-orang Bugis sangat meyakini akan hal to manurung,tidak terjadi banyak perbedaan pendapat tentang sejarah ini. Sehingga setiap orang yang merupakan etnis Bugis, tentu mengetahui asal-usul keberadaankomunitasnya.

Kata Bugis berasal dari kata to ugi, yang berarti orang Bugis.Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Cina, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya KecamatanPammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi. 

Ketika rakyat LaSattumpugi menamakan dirinya, mereka merujuk pada raja mereka. Merekamenjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi.La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan BataraLattu ayahanda dari Sawerigading.

Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkanbeberapa anak, termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar. Sawerigading Opunna Ware (Yang Dipertuan Di Ware) adalah kisah yangtertuang dalam karya sastra La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. 

KisahSawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili,Gorontalo, dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia, yang terletak dibagian selatan Sulawesi.

Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu disebut ”Ujungpandang”. Sampai dengan Juni 2006, jumlah penduduk di Sulawesi Selatanterdaftar sebanyak 7.520.204 jiwa, dengan pembagian 3.602.000 laki-laki dan 63.918.204 orang perempuan dan memiliki relief berupa jazirah-jazirah yangpanjang serta pipih yang ditandai fakta bahwa tidak ada titik daratan yang jauhnyamelebihi 90 km dari batas pantai. Kondisi yang demikian menjadikan pulauSulawesi memiliki garis pantai yang panjang dan sebagian daratannya bergunung-gunung.

Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12′ – 8° Lintang Selatan dan116°48′ – 122°36′ Bujur Timur. Luas wilayahnya 62.482,54 km². Provinsi iniberbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone danSulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat, dan Laut Flores di selatan.

Kombinasi ini meghamparkan alam yang mempesona dipandang baik daridaerah pesisir maupun daerah ketinggian. Sekitar 30.000 tahun silam, pulauSulawesi telah dihuni oleh manusia.

Peninggalan peradaban di masa tersebutditemukan di gua-gua bukit kapur daerah Maros kurang lebih 30 km dariMakassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. 

Peninggalan prasejarah lainnyayang berupa alat batu peeble dan flake serta fosil babi dan gajah yang telah punah,dikumpulkan dari teras sungai di Lembah Wallanae, diantara Soppeng danSengkang, Sulawesi Selatan.Pada masa keemasan perdagangan rempah-rempah di abad ke 15 sampaidengan abad ke 19, Kerajaan Bone dan Makassar yang perkasa berperan sebagaipintu gerbang ke pusat penghasil rempah, Kepulauan Maluku.

Sejarah itu telahmemantapkan opini bahwa Sulawesi Selatan memiliki peran yang sangat strategisbagi perkembangan Kawasan Timur Indonesia.Penduduk Sulawesi Selatan terdiri atas empat suku utama yaitu Toraja,Bugis, Makassar, dan Mandar. 

Suku Toraja terkenal memiliki keunikan tradisiyang tampak pada upacara kematian, rumah tradisional yang beratap melengkungdan ukiran cantik dengan warna natural. Sedangkan suku Bugis, Makassar danMandar terkenal sebagai pelaut yang patriotik. Dengan perahu layartradisionalnya, Pinisi, mereka menjelajah sampai ke utara Australia, beberapapulau di Samudra Pasifik, bahkan sampai ke pantai Afrika.

Hasil penelitian sejarahwan Australia Utara bernama Peter G. Spillet M,mengungkapkan salah satu fakta yang tidak terbantahkan bahwa orang Sulawesi 7Selatanlah yang pertama mendarat di Australia dan bukannya Abel Tasman(Belanda) atau James Cook (Inggris) tahun 1642. 

Upaya pelurusan fakta sejarahtersebut dilakukan Peter yang kemudian dijuluki Daeng Makulle dengan sangathati-hati melalui jejak, buku-buku sejarah berupa hubungan orang Makassardengan orang Aborigin (Merege). Orang Makassar tiba di sana denganmenggunakan transportasi perahu.

5. Teknologi dan Peralatan Hidup

Dengan terciptanya peralatan untuk hidup yang berbeda, maka secaraperlahan tapi pasti, tatanan kehidupan perorangan, dilanjutkan berkelompok,kemudian membentuk sebuah masyarakat, akan penataannya bertumpu pada sifat-sifat peralatan untuk hidup tersebut. 

Peralatan hidup ini dapat pula disebut sebagaihasil manusia dalam mencipta. Dengan bahasa umum, hasil ciptaan yang berupaperalatan fisik disebut teknologi dan proses penciptaannya dikatakan ilmupengetahuan dibidang teknik.

Sejak dahulu, suku Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelautyang ulung. Mereka sangat piawai dalam mengarungi lautan dan samudera luashingga ke berbagai kawasan di Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi.

6. Perahu Pinisi
Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugisyang sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di dalamnaskah Lontarak I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14M. 

Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat olehSawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahu tersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangatkokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum pohon itu ditebang, terlebihdahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya. 

Sawerigading membuat perahu tersebut untuk berlayar menuju negeriTiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai.

Singkat cerita, Sawerigading berhasil memperistri Puteri We Cudai.Setelah beberapa lama tinggal di Tiongkok, Sawerigading rindu kepada kampunghalamannya. Dengan menggunakan perahunya yang dulu, ia berlayar ke Luwu. Namun, ketika perahunya akan memasuki pantai Luwu, tiba-tiba gelombangbesar menghantam perahunya hingga pecah. 

Pecahan-pecahan perahunyaterdampar ke 3 (tiga) tempat di wilayah Kabupaten Bulukumba, yaitu diKelurahan Ara, Tana Beru, dan Lemo-lemo. Oleh masyarakat dari ketigakelurahan tersebut, bagian-bagian perahu itu kemudian dirakit kembali menjadisebuah perahu yang megah dan dinamakan Perahu Pinisi.

Hingga saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsenPerahu Pinisi, dimana para pengrajinnya tetap mempertahankan tradisi dalampembuatan perahu tersebut, terutama di Keluharan Tana Beru.

7. Sepeda Dan Bendi
Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat pertanian Tadisional ini adalahbukti sejarah peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa indonesia khususnyamasyarakat Sulawesi Selatan telah dikenali sebagai masyarakat yang bercocok tanam. Mereka menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian terutamatanaman padi sebagai bahan makanan pokok.

8. Koleksi peralatan menempa besi dan hasilnya
Jika anda ingin mengenali lebih jauh tentang sisi lain dari kehidupan masalampau masyarakat Sulawesi Selatan, maka anda dapat mengkajinya melaluikoleksi trdisional menempa besi, Hasil tempaan berupa berbagai jenis senjatatajam, baik untuk penggunan sehari-hari maupun untuk perlengkapan upacaraadat.

9. Koleksi Peralatan Tenun Tradisional
Dari koleksi Peralatan Tenun Tradisional ini, dapat diketahui bahwabudaya menenun di Sulawesi Selatan diperkirakan berawal dari jaman prasejarah,yakni ditemukan berbagai jenis benda peninggalan kebudayaan dibeberapa daerahseperti leang-leang kabupaten maros yang diperkirakan sebagai pendukungpembuat pakaian dari kulit kayu dan serat-serat tumbuhan-tumbuhan.

Ketikapengetahuan manusia pada zaman itu mulai Berkembang mereka menemukan carayang lebih baik yakni alat pemintal tenun dangan bahan baku benang kapas. Darisinilah mulai tercipta berbagai jenis corak kain saung dan pakaian tradisional.

10. Rumah Adat Suku Bugis
Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumahpanggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ). 

Bentuknya biasanyamemanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan bagiandepan, orang bugis menyebutnya lego .

Berikut adalah bagian-bagian utamanya :
Tiang utama ( alliri ). Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. tetapi padaumumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang alliri.

Fadongko’, yaitu bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya.3. Fattoppo, yaitu bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliripaling tengah tiap barisnya.Mengapa orang bugis suka dengan arsitektur rumah yang memiliki kolong.

Konon, orang bugis, jauh sebelum islam masuk ke tanah bugis ( tana ugi’ ), orang bugis memiliki kepercayaan bahwa alam semesta ini terdiri atas 3 bagian,bagian atas ( botting langi ), bagian tengah ( alang tengnga ) dan bagian bawah (paratiwi ). 

Mungkin itulah yang mengilhami orang bugis ( terutama yang tinggaldi kampung ) lebih suka dengan arsitektur rumah yang tinggi.

Bagian bagian dari rumah bugis ini sebagai berikut :
  • Rakkeang, adalah bagian diatas langit langit ( eternit ). Dahulu biasanyadigunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen.
  • Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah ( posi’ bola ).
  • Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengantanah.Yang lebih menarik sebenarnya dari rumah bugis ini adalah bahwa rumah inidapat berdiri bahkan tanpa perlu satu paku pun. Semuanya murni menggunakankayu. Dan uniknya lagi adalah rumah ini dapat di angkat / dipindah.
Dalam budaya suku bugis terdapat tiga hal yang bisa memberikan gambaran tentang budaya orang bugis, yaitu konsep ade, siri na pesse dan simbolisme orang bugis adalah sarung sutra.

A. Konsep ade'
Ade yang dalam bahasa Indonesia adalah adat istiadat. Bagi masyarakat bugis, ada empat jenis adat yaitu :
  • Ade maraja, yang dipakai dikalangan Raja atau para pemimpin.
  • Ade puraonro, yaitu adat yang sudah dipakai sejak lama di masyarakat secara turun temurun,
  • Ade assamaturukeng, peraturan yang ditentukan melalui kesepakatan.
  • Ade abiasang, adat yang dipakai dari dulu sampai sekarang dan sudah diterapkan dalam masyarakat.
Menurut Lontara Bugis, terdapat lima prinsip dasar dari ade yaitu ade, bicara, rapang, wari, dan sara. Konsep ini lebih dikenal sebagai pangngadereng. 

Ade merupakan manifestasi sikap yang fleksibel terhadap berbagai jenis peraturan dalam masyarakat. Rapang lebih merujuk pada model tingkah laku yang baik yang hendaknya diikuti oleh masyarakat. 

Sedangkan wari adalah aturan mengenai keturunan dan hirarki masyarakat sara yaitu aturan hukum Islam. Siri memberikan prinsip yang tegas bagi tingkah laku orang bugis.

Menurut Pepatah orang bugis, hanya orang yang punya siri yang dianggap sebagai manusia. Naia tau de’e sirina, de lainna olokolo’e. Siri’ e mitu tariaseng tau. Artinya Barang siapa yang tidak punya siri, maka dia bukanlah siapa-siapa, melainkan hanya seekor binatang. Namun saat ini adat istiadat tersebut sudah tidak dilakukan lagi dikarenakan pengaruh budaya Islam yang masuk sejak tahun 1600-an

B. Konsep siri’
Makna “siri” dalam masyarakat bugis sangat begitu berarti sehingga ada sebuah pepatah bugis yang mengatakan “SIRI PARANRENG, NYAWA PA LAO”, yang artinya : “Apabila harga diri telah terkoyak, maka nyawa lah bayarannya”.Begitu tinggi makna dari siri ini hingga dalam masyarakat bugis, kehilangan harga diri seseorang hanya dapat dikembalikan dengan bayaran nyawa oleh si pihak lawan bahkan yang bersangkutan sekalipun.

  1. Siri’ Na Pacce secara lafdzhiyah Siri’ berarti : Rasa Malu (harga diri), sedangkan Pacce atau dalam bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras, Kokoh pendirian). Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas (solidaritas dan empati). Kata Siri’, dalam bahasa Makassar atau Bugis, bermakna “malu”. Sedangkan Pacce (Bugis: Pesse) dapat berarti “tidak tega” atau “kasihan” atau “iba”. Struktur Siri’ dalam Budaya Bugis atau Makassar mempunyai empat kategori, yaitu :
  2. Siri’ Ripakasiri’, Adalah Siri’ yang berhubungan dengan harga diri pribadi, serta harga diri atau harkat dan martabat keluarga. Siri’ jenis ini adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar karena taruhannya adalah nyawa.
  3. Siri’ Mappakasiri’siri’, Siri’ jenis ini berhubungan dengan etos kerja. Dalam falsafah Bugis disebutkan, “Narekko degaga siri’mu, inrengko siri’.” Artinya, kalau Anda tidak punya malu maka pinjamlah kepada orang yang masih memiliki rasa malu (Siri’). Begitu pula sebaliknya, “Narekko engka siri’mu, aja’ mumapakasiri’-siri.” Artinya, kalau Anda punya malu maka jangan membuat malu (malu-maluin).
  4. Siri’ Tappela’ Siri (Bugis: Teddeng Siri’), Artinya rasa malu seseorang itu hilang “terusik” karena sesuatu hal. Misalnya, ketika seseorang memiliki utang dan telah berjanji untuk membayarnya maka si pihak yang berutang berusaha sekuat tenaga untuk menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang telah ditentukan (disepakati). Ketika sampai waktu yang telah ditentukan, jika si berutang ternyata tidak menepati janjinya, itu artinya dia telah mempermalukan dirinya sendiri.
  5. Siri’ Mate Siri’, Siri’ yang satu berhubungan dengan iman. Dalam pandangan orang Bugis/Makassar, orang yangmate siri’-nya adalah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun. Orang seperti ini diapakan juga tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa disebut sebagai bangkai hidup yang hidup.
Guna melengkapi Lima struktur Siri’ tersebut maka Pacce atau Pesse menduduki satu tempat, sehingga membentuk suatu budaya (karakter) yang dikenal dengan sebutan Siri’ Na Pacce.

11. Sistem Mata Pencaharian
Wilayah Suku Bugis terletak di dataran rendah dan pesisir pulau Sulawesibagian selatan. Di dataran ini, mempunyai tanah yang cukup subur, sehinggabanyak masyarakat Bugis yang hidup sebagai petani. Selain sebagai petani, SukuBugis juga di kenal sebagai masyarakat nelayan dan pedagang. 

Meskipun merekamempunyai tanah yang subur dan cocok untuk bercocok tanam, namun sebagianbesar masyarakat mereka adalah pelaut.

Suku Bugis mencari kehidupan dan mempertahankan hidup dari laut.Tidak sedikit masyarakat Bugis yang merantau sampai ke seluruh negeri denganmenggunakan Perahu Pinisi-nya. Bahkan, kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas hingga luar negeri, di antara wilayahperantauan mereka, seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskardan Afrika Selatan. Suku Bugis memang terkenal sebagai suku yanghidup merantau. 

Beberapa dari mereka, lebih suka berkeliaran untuk berdagangdan mencoba melangsungkan hidup di tanah orang lain. Hal ini juga disebabkanoleh faktor sejarah orang Bugis itu sendiri di masa lalu.
Kebudayaan Suku Bugis
A. Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah:
  • Assialang marola, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
  • Assialana memang, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
  • Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan sepupunya.

B. Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah perkawinan antara:

  • Anak dengan ibu atau ayah.
  • Saudara sekandung.
  • Menantu dan mertua.
  • Paman atau bibi dengan kemenakannya.
  • Kakek atau nenek dengan cucu.
C. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan 
Mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk mengadakan peminangan.
Massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng (mas kawin), dan sebagainya.

Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.

12. Bahasa Suku Bugis
Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di SulawesiSelatan, yang tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagianKabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang,sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, KabupatenLuwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo,Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan KabupatenBantaeng. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksaraLontara.

Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segiaspek budaya.Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis(Juga dikenali sebagai Ugi). Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagaiLontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. 

Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar. Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta. Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaantulisan pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikanhasil-hasil pemikiran mereka.

Menurut Coulmas, pada awalnya tulisan diciptakan untuk mencatatkanfirman-firman tuhan, karena itu tulisan disakralkan dan dirahasiakan. 

Namundalam perjalanan waktu dengan berbagai kompleksitas kehidupan yang dihadapioleh manusia, maka pemikiran manusia pun mengalami perkembangan demikianpula dengan tulisan yang dijadikan salah satu jalan keluar untuk memecahkan problem manusia secara umumnya. 

Seperti yang dikatakan oleh Coulmas “a kin gof social problem solving, and any writing system as the comman solution of a number of related problem” (1989:15)
  • Alat Untuk Pengingat
  • Memperluas jarak komunikasi
  • Sarana Untuk memindahkan Pesan Untuk Masa Yang akan dating
  • Sebagai Sistem Sosial Kontrol
  • Sebagai Media Interaksi
  • Sebagai Fungsi estetik Lontara Bugis-Makassar
Merupakan sebuah huruf yang sakral bagimasyarakat bugis klasik. Itu dikarenakan epos la galigo di tulis menggunakanhuruf lontara. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapihuruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar dan masyarakat luwu.

Kala para penyair-penyair bugis menuangkan fikiran dan hatinya di atas daunlontara dan dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga tersusun katayang apik diatas daun lontara dan karya-karya itu bernama I La Galigo. 

Begitu pula yang terjadi pada kebudayaan di Indonesia. Ada beberapasuku bangsa yang memiliki huruf antara lain. Budaya Jawa, Budaya Sunda,Budaya Bali, Budaya Batak, Budaya Rejang, Budaya Melayu, Budaya Bugis DanBudaya Makassar.

Disulawesi selatan ada 3 betuk macam huruf yang pernah dipakai secarabersamaan.
  • Huruf Lontara
  • Huruf Jangang-Jangang
  • Huruf Seran .
Sementara bila ditempatkan dalam kebudayaan bugis, Lontaraqmempunyai dua pngertian yang terkandung didalamnyaa. Lontaraq sebagai sejarah dan ilmu pengetahuanb. Lontaraq sebagai tulisanKata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daunlontar.

Kenapa disebuat sebagai lontaran ?, karena pada awalnya tulisan tersebutdi tuliskan diatas daun lontar. Daun lontar ini kira-kira memiliki lebar 1 cmsedangkan panjangnya tergantung dari cerita yang dituliskan. 

Tiap-tiap daunlontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu,yang bentuknya mirip gulungan pita kaset. Cara membacanya dari kiri kekanan.

Aksara lontara biasa juga disebut dengan aksara sulapaq eppaqKarakter huruf bugis ini diambil dari Aksara Pallawa (Rekonstruksi aksaradunia yang dibuat oleh Kridalaksana).
Silsilah Aksara Dunia

Memang terdapat bebrapa varian bantuk huruf bugis di sulawesi selatan,tetapi itu tidaklah berarti bahwa esensi dasar dari huruf bugis ini hilang, dan itu biasa dalam setiap aksara didunia ini. Hanya ada perubahan dan penambahan sedikit yang sama sekali tidak menyimpang dari bentuk dasar dari aksara tersebut.

Varian itu disebabkan antara lain
Penyesuaian antara bahasa dan bunyian yang diwakilinya. Penyesuaian antara bentuk huruf dan sarana yang digunakan.

13. Kesenian Suku Bugis

A. Tari Paduppa Bosara
Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan.

B. Tari Pakarena
Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena lebih memasyarakat di kalangan rakyat.

Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan. Hal tersebut mencerminkan watak perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama pada suami. Sepanjang Pertunjukan Tari Pakarena selalu diiringi dengan gerakan lembut para penarinya sehingga menyulitkan bagi masyarakat awam untuk mengadakan babak pada tarian tersebut.

C. Tari Ma’badong
Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa wanita. Mereka biasanya berpakaian serba hitam, namun terkadang memakai pakaian bebas karena tarian ini terbuka untuk umum.

Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya dilakukan dengan gerakan langkah yang silih berganti sambil melangtungkan lagu kadong badong. Lagu tersebut syairnya berisikan riwayat manusia malai dari lahir hingga mati, agar arwah si Mati diterima di negeri arwah atau alam baka. Tarian Badong bisanya belansung berjam-jam, sering juga berlansung semalam suntuk.

Tarian Ma’badong bisanya dibawakan hanya pada upacara pemakaman yang lamanya tiga hari tiga malam khusus bagi kaum bangsawan di daerah Tana Toraja Sulawesi Selatan.

D. Tarian Pa’gellu
Tari Pagellu merupakan salah satu tarian dari Tana Toraja yang di pentaskan pada acara pesta tambu Tuka, Tarian ini juga dapat ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kegembiraan.

E. Tari Mabbissu
Tari Mabissu merupakan tarian bissu yang biasanya dipertunjukkan ketika upacara adat. Para penarinya bissu (orang yang kebal) yang selalu mempertontokan kesaktian mereka dalam bentuk tarian komunitas bissu bisa kita jumpai didaerah pangkep sigeri sulawesi selatan.

F. Tari Kipas
Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran para gadis dalam memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu.

G. Gandrang Bulo
Gandrang Bulo merupakan sebuah pertunjukan musik dengan perpaduan tari dan tutur kata. Nama Gandrang bulo sendiri diambil dari perpaduan dua suku kata, yaitu gendang dan bulo, dan jika disatukan berarti gendang dari bambu. Ganrang Bulo merupakan pertunjukan kesenian yang mengungkapkan kritikan dan dikemas dalam bentuk lelucon atau banyolan.

H. Kecapi
Kecapi Merupakan sala satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan, khusunya suku Bugis. Baik itu Bugis Makassar ataupun Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut sehingga betuknya menyerupai perahu. 

Kecapi, biasanya ditampilkan sebagai musik pengiring pada acara penjemputan para tamu pada pesta perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.

I. Gendang
Gendang merupakan sala satu alat musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar, yakni bulat panjang dan bundar mirip seperti rebana.

J. Suling
Suling bambu terdiri dari tiga jenis, yaitu:
  • Suling Panjang (Suling Lampe) yang memiliki lima lubang nada dan jenis suling ini telah punah.
  • Suling calabai (siling ponco) suling jenis ini sering dipadukan dengan biola, kecapi dan dimainkan bersama penyanyi.
  • Suling dupa Samping (musik bambu) musik bambu masih sangat terpelihara biasanya digunakan pada acara karnaval atau acara penjemputan tamu.
14. Rumah Adat Suku Bugis
Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah Adatnya Masing-masing. Begitu Pula Dengan Bugis, rumah adat bugis itu terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas :
  • Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)
  • Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
  • Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa
Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun orang daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.

Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang menempatinya, Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan) bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.

Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya.

Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian :
  • Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan hewan-hewan peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian. Alle bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya.
  • Badan rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti: · lotang risaliweng, Pada bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima tamu, ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat membaringkan mayat sebelum dibawa ke pemakaman. Lotang ritenggah atau Ruang tengah, berfungsi sebagai tempat tidur kepala keluarga bersama isteri dan anak-anaknya yang belum dewasa, hubungan social antara sesame anggota keluarga lebih banyak berlangsung disini. ·
  • Lontang rilaleng atau ruang belakang, merupakan merupakan tempat tidur anak gadis atau orang tua usia lanjut, dapur juga di tempatkan pada ruangan ini yang dinamakan dapureng atau jonghe. · Rakkeang ialah loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil pertanian seperti padi, jagung, kacang dan hasil perkebunan lainnya. Sebagaimana halnya unsur-unsur kebudayaan lainnya maka teknologi arsitektur tradisionalpun senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan.

Hal ini juga mempengaruhi arsitektur tradisional suku bangsa bugis antara lain bola ugi yang dulunya berbentuk rumah panggung sekarang banyak yang di ubah menjadi rumah yang berlantai batu. Agama Islam juga memberi pengaruh kepada letak dari bagian rumah sekarang yang lebih banyak berorientasi ke Kabah yang merupakan qiblat umat Isalam di seluruh dunia. 

Hal tersebut di karenakan budaya Islam telah membudaya di kalangan masyarakat bugis makassar, symbol-simbol yang dulunya di pakai sebagai pengusir mahluk halus yang biasanya diambil dari dari jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang tertentu dig anti dengan tulisan dari ayat-ayat suci Al-Qur’an.

15. Bahasa Suku Bugis
Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis (Ugi)
Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. 

Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar. Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta.

Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaan tulisan pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikan hasil-hasil pemikiran mereka. 

Kata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daun lontar. Karena pada awalnya tulisan tersebut di tuliskan diatas daun lontar. Tiap-tiap daun lontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu, yang bentuknya mirip gulungan pita kaset.

Cara membacanya dari kiri kekanan.
Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar.

Contoh pemakaian bahasa Bugis: “Makan ma’ki (silakan Anda makan)”.
“Aga tapigau?”( apa yang sedang anda lakukan?). Adapun partikel-partikel yang biasa digunakan dalam bahasa bugis-Makassar seperti ji, mi, pi, mo, ma’, di’, tonji, tawwa, pale. Contoh penggunaannya misalnya : “tidak papa ji.” (tidak apa-apa).
Pakaian Suku Bugis

Baju Bodo adalah pakaian adat suku Bugis dan diperkirakan sebagai salah satu busana tertua di dunia. Perkiraan itu didukung oleh sejarah kain Muslim yang menjadi bahan dasar baju bodo. Jenis kain yang dikenal dengan sebutan kain Muslin (Eropa), Maisolos (Yunani Kuno), Masalia (India Timur), atau Ruhm (Arab) pertama kali diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh.

Hal ini merujuk pada catatan seorang pedagang Arab bernama Sulaiman pada abad ke-19. Sementara pada tahun 1298, dalam buku yang berjudul “The Travel of Marco Polo”, Marco Polo menggambarkan kalau kain Muslim dibuat di Mosul (Irak) dan diperdagangkan oleh pedagang yang disebut Musolini.

Namun kain yang ditenun dari pilinan kapas yang dijalin dengan benang katun ini sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan, yakni pada pertengahan abad ke-9, jauh sebelum masyarakat Eropa yang baru mengenalnya pada abad ke-17, dan populer di Perancis pada abad ke-18. Kain Muslim memiliki rongga-rongga dan jarak benang-benangnya yang renggang membuatnya terlihat transparan dan cocok dipakai di daerah tropis dan daerah-daerah yang beriklim panas.

Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek. Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian pinggang ke bawah badan. Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat pun mengalami perubahan. 

Busana transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju dalaman berwarna sama, namun lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung sutera berwarna senada.

PEMBAHASAN TAMBAHAN
Adat istiadat Suku Bugis
Sumber tulisan : Blog Tomacca

1. Adat Perkawinan Dalam Suku Bugis

Perkawinan merupakan hal yang sakral dimana laki-laki dan perempuan saling terikat oleh satu janji dalam membangun rumah tangga. Masyarakat Suku Bugis memandang perkawinan sebagai hal yang sangat penting hingga membuat sebuah kriteria yang dianggap sebagai perkawinan ideal.

A. Pembagian Perkawinan Suku Bugis
Sama halnya dengan masyarakat Suku Jawa yang memandang bobot, bibit, bebet sebelum melangsungkan perkawinan. Tak ayal jika masyarakat Suku ini juga memiliki kriteria tertentu dalam perkawinan diantara mereka. Berikut pembagian perkawinan ideal menurut masyarakat Suku Bugis :
  • Assialang Marola - Dalam bahasa Makassar, istilah ini disebut Passialeng baji’na. Bentuk perkawinan ini dikatakan sebagai bentuk ideal yang utama. Hal ini karena perkawinan oleh masyarakat Suku Bugis yang dilaksanakan antara saudara sepupu sederajat ke satu baik dari pihak ayah atau ibu.
  • Assialana Memang - Passialleana, begitulah masyarakat Suku Bugis menyebutnya. Seperti Assialang marola, Perkawinan ini juga melibatkan saudara sepupu namun pada sederajat kedua baik dari pihak ayah atau ibu.
  • Ripanddepe’ Mabelae - Perkawinan ideal yang satu ini biasanya antara saudara sepupu sederajat ketiga baik dari pihak ayah atau ibu. Oleh masyarakat Bugis, biasanya dinamakan nipakambani bellaya. Sebagai bentuk ideal yang terakhir, ternyata perkawinan ini memiliki makna untuk merekatkan kembali kekerabatan yang agak jauh.
Perlu diketahui meskipun masyarakat Suku Bugis sedemikian rupa menciptakan konsep perkawinan ideal, hal ini bukanlah suatu kewajiban untuk diikuti. Sehingga banyak pula yang melaksanakan perkawinan tanpa mengacu konsep diatas.

B. Kegiatan Sebelum Perkawinan
Seperti kebanyakan masyarakat pada umumnya, masyarakat Suku Bugis juga memiliki kegiatan sebelum melangsungkan perkawinan. Hal ini disetiap kegiatannya tentu memiliki makna dan tujuan masing-masing. Berikut kegiatan masyarakat Suku ini sebelum perkawinan :
  • Mappuce-puce - Kegiatan ini biasanya dinamakan peminangan. Seperti kebiasaan pada umumnya, dimana keluarga dari pihak laki-laki mengadakan kunjungan ke rumah pihak perempuan. Hal ini untuk mengenal lebih jauh mempelai perempuan dan keluarganya.
  • Massuro - Dimana pihak laki-laki yang datang ke rumah pihak perempuan membicarakan lebih lanjut tentang waktu pernikahan kedua mempelai dan pemberian uang panaik. Perempuan dengan pendidikan tinggi tentunya jumlah uang panaiknya akan berbeda dengan perempuan yang pendidikannya lebih rendah. Begitu juga dengan gelar bangsawan yang dimiliki si mempelai perempuan. Uang panaik ini berbeda dengan mahar.
  • Maduppa - Disebut juga menyebar undangan pernikahan pada tamu yang akan diundang. Hal mana menunjukkan orang yang hadir dipernikahan mereka. Disini kepala adat juga mendapat kedudukan yang istimewa sebagai tamu undangan.
2. Kesenian Yang Dimiliki Suku Bugis
Kesenian yang dimiliki setiap daerah tentunya saling berbeda dengan yang lain. Begitu pun masyarakat Suku Bugis yang memiliki kesenian yang tidak kalah menarik dengan suku lainnya.

Kesenian dari suku ini ada Seni Tari dan seni musik terlihat dari beberapa alat musik yang dimiliki. Ulasan lengkapnya bisa disimak dibawah ini:
Seni Tari Suku Bugis

Suku Bugis memiliki kesenian yang menarik berupa tari-tarian. Tarian yang dibawakan suku ini sangatlah indah dan mempesona serta memiliki beberapa nama. 

A. Nama tarian dari suku bugis diantaranya :
  • Tari Paduppa Bosara - Tarian ini bermakna penyambutan tamu yang datang berkunjung. Hal ini sebagai bentuk penghargaan dan rasa terima kasih kepada para tamu atas kedatangannya.
  • Tari Pakarena - Pakarena dalam bahasa setempat diartikan sebagai main. Awalnya hanya digunakan untuk pertunjukan di istana kerajaan. Dalam perkembangannya tarian ini semakin dikenal. Tarian ini mencerminkan sifat lemah lembut dan sopan santun seorang wanita.
  • Tari Ma’badong - Oleh masyarakat Suku Bugis digunakan pada saat upacara kematian. Para penari memakai pakaian serba hitam atau terkadang bebas. Para penari saling mengaitkan jari kelingking dengan membentuk lingkaran. Tarian ma’badong dilakukan dengan gerakan langkah silih berganti yang diiringi lagu yang menggambarkan kehidupan manusia dari lahir hingga mati.
  • Tarian Pa’gellu - Tarian ini digunakan untuk menyambut seseorang yang pulang dari berperang. Dibalik tarian heroik yang satu ini, tersimpan peribahasa “jangan sampai kacang lupa kulitnya”. Intinya, sudah seharusnya selalu mengingat jasa-jasa pahlawan kita.
  • Tarian Mabissu - Tarian ini mempertontonkan kesaktian para bissu di Sigeri Sulawesi Selatan. Jenis tarian ini menunjukkan bagaimana kebalnya mereka terhadap senjata debusnya. Sehingga tarian ini terkesan mistis namun estetis.
  • Tari Kipas - Sesuai namanya, para penari menari dengan menggunakan kipas dan diiringi lagu. Keunikannya, meskipun gerakannya lemah lembut tapi dibalik itu irama yang dimainkan bertempo cepat. sehingga para penari dibalik itu dengan iramanya yang cepat harus tetap mempertahankan gerakannya lemah lembut.
B. Alat Musik Suku Bugis
Tak lengkap jika suatu masyarakat memiliki tarian tanpa alat musik. Begitu pun dengan masyarakat Suku Bugis yang memiliki alat musik yang membantu melengkapi indahnya tarian mereka. 

Adapun alat musik Suku Bugis diantaranya :
  • Gandrang Bulo. Alat musik yang diambil dari nama gandrang dan bulo yang disatukan artinya menjadi gendang dari bambu.
  • Kecapi. Alat musik yang satu ini dimainkan dengan cara dipetik yang digunakan pada saat acara hajatan, perkawinan, dll. Fungsinya untuk memperkaya gabungan suara alat musik lain.
  • Gendang. Alat musik ini mirip rebana yang bentuknya bulat panjang dan bundar. Seperti gendang lainnya, gendang milik masyarakat Suku Bugis ini juga menghasilkan suara yang khas dan memberikan irama yang bagus.
  • Suling. Suling terdiri atas 3 jenis, yaitu suling panjang (suling lampe), suling calabai (suling ponco), dan suling dupa samping. Biasanya alat musik ini digunakan untuk menyambut kedatangan para tamu.
3. Rumah Adat Suku Bugis
Rumah Adat Suku Bugis dibangun tanpa menggunakan satupun paku dan digantikan dengan kayu atau besi. Jenis dari rumah ini memiliki 2 jenis untuk status sosial yang berbeda. 

Rumah saoraja digunakan untuk kaum bangsawan, sedangkan bola digunakan untuk rakyat biasa. Perbedaannya hanya pada luas kedua rumah dan besaran tiang penyangganya.

Rumah ini juga terdiri atas 3 bagian. Awa bola adalah kolong (bagian bawah) untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu, dll. Badan rumah terdiri ruang tamu, ruang tidur, tempat menyimpan benih, dll. Untuk bagian belakang difungsikan sebagai dapur atau tempat tidur lansia dan anak gadis.

Arsitektur rumah ini mendapat pengaruh dari Islam karena rumah disana berorientasi menghadap kiblat dan banyak lukisan-lukisan bernuansa islami.

4. Pakaian Adat Suku Bugis

Masyarakat Suku Bugis memiliki baju adat yang dinamakan baju bodo (pendek). Awalnya baju ini dibuat dengan lengan pendek tanpa memakai dalaman. Seiring perkembangan jaman baju ini dibuat menutupi aurat karena pengaruh Islam.

Baju bodo ini dipadukan dengan dalaman yang warnanya sama namun lebih terang. Selain itu, untuk bawahan berupa sarung sutera berwarna senada.

5. Adat Istiadat Suku Bugis

Adat istiadat yang sering dilakukan adalah menggelar upacara adat mappadendang (pesta panen bagi adat Suku Bugis). Upacara ini selain sebagai bentuk syukur atas keberhasilan dalam menanam padi juga memiliki nila magis.

Upacara ini juga disebut pensucian gabah. Maksudnya membersihkan dan mensucikan dari batang dan daunnya yang kemudian langsung dijemur dibawah matahari. Upacara dilakukan dengan menumbukkan alu ke lesung silih berganti yang dilakukan 6 perempuan dan 3 laki-laki dengan memakai baju bodo.

Para perempuan yang beraksi dalam bilik baruga dinamakan pakkindona, sedangkan para pria dinamakan pakkambona. Para pria menari dan menabur bagian ujung lesung. Bilik baruga yang digunakan berasal dari bambu, sedangkan pagar dibuat dari anyaman bambu disebut walasoji.

SEKIAN...
Semoga artikel panjang ini bermanfaat...

Sihimpun dari berbagai sumber, literatur, buku-buku sejarah, forum diskusi, kajian sejarah, seminar hingga materi perkuliahan.

Admin : Ernita Sulistiawati
Update : Dewi Permana
Blogger team : Andi Akbar Muzfa